Lahirnya
bangsa Indonesia diawali dengan rasa senasib dan sepenanggungan dari
rakyatnya. Bangsa Indonesia telah mengalami serangkaian sejarah gelap
dan panjang demi tercapainya sebuah kemerdekaan. Dimulai pada masa
penjajahan Belanda yang terhitung tidak sebentar dalam menjajah bumi
pertiwi ini. Selama kurang lebih 350 tahun, pengaruh Belanda melekat
dalam kultur dan sendi-sendi masyarakat Indonesia pada saat itu.
Sejatinya, Indonesia adalah negara kaya dan subur karena terletak
didaerah yang sangat strategis yang mana pada saat itu dijadikan tempat
singgah bagi pelayaran perdagangan internasional serta memiliki sumber
daya alam yang melimpah diantaranya memiliki berbagai macam
rempah-rempah khas yang tersebar diseluruh Nusantara, ditambah lagi
dengan keramahan masyarakat Indonesia pada penduduk asing serta
keterbelakangan dalam segi pendidikan membuat bangsa Indonesia dengan
mudah diperdayai oleh para penjajah. Itulah sebabnya mengapa para
penjajah dari Belanda menajadi sangat “gila” dan ingin menguasai serta
mengeksploitasi kekayaan bangsa Indonesia selama berabad-abad lamanya.
Kesadaran
akan kemerdekaan dan sikap nasionalisme jiwa bangsa Indonesia mulai
bangkit pada tahun 1900-an dimana pada saat itu modernisasi Jepang
menimbulkan kesan kagum dan hebat pada sebagian besar warga negara
Indonesia (Viekke, 1961, p.384). Kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905
dianggap sebagai fajar periode sejarah baru bagi Asia
(Viekke,1961,p.384). Adanya kemenangan ini mendorong pemimpin bangsa
Indonesia mencari kesetaraan hak dengan penduduk Eropa. Pada tahun 1899,
Belanda akhirnya memberikan kesetaraan hak kepada warga Jepang dengan
Bangsa Eropa. Pada tahun 1909 terbukti ada orang Jepang yang memegang
jabatan konsul di Batavia tetapi jumlah warga Jepang yang tinggal di
Indonesia semakin kecil. Dampak lain dari adanya kesetaraan hak ini
ialah menimbulkan masuknya banyak imigran Cina ke wilayah Indonesia
untuk melakukan hal yang sama sehingga tak pelak semakin meningkatlah
populasi orang-orang Cina yang tinggal di Indonesia. Hal ini menyebabkan
pemerintah Cina geram dan mulai mengeluarkan kebijakan baru atas
orang-orang Cina yang tinggal di luar negeri. Kebijakan itu menyatakan
bahwa setiap warga Cina yang tinggal di luar wilayah Cina akan dianggap
telah kehilangan kewarganegaraanya. Tetapi pada tahun 1896, pemerintah
Cina mencabut kebijakan dan menyatakan bahwa siapapun warga Cina yang
tinggal di luar wilayah Cina akan tetap dianggap sebagai warga negara
Cina sehingga populasi warga Cina yang menetap di Indonesia semakin
banyak dan mendirikan sekolah serta perkumpulan. Selain itu, lahirnya
sikap nasionalisme bangsa Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor utama dan faktor terbesarnya ialah adanya kesamaan agama pada
sebagian besar masyarakat Indonesia karena lebih dari 90 persen penduduk
Indonesia beragama Islam (Kahin, 1995, p.50). Sehingga dengan
berkembangnya agama islam yang notabene bersifat universal dianggap akan
dapat menyatukan bangsa Indonesia. Dengan demikian, maka agama islam
dijadikan sebagai pemersatu dalam melawan budaya dan pengaruh asing
(Viekke, 1961, p.392).
Faktor
terpenting kedua yang menyebabkan terjadinya integrasi bangsa Indonesia
ialah perkembangan bahasa kesatuan Hindia Kuno, bahasa Melayu Pasar,
menjadi suatu bahasa nasional (Kahin, 1996, p.51). Peran dari penggunaan
bahasa kesatuan ini ialah membantu penyebaran aliran agama islam pada
masyarakat Indonesia dan mematahkan kecenderungan perspektif yang
menyatakan bahwa orang Indonesia memiliki nasionalisme picik. Selain
itu, penggunaan bahasa kesatuan ini sebagai upaya dalam menghapuskan
penggunaan bahasa Belanda di Indonesia. Faktor ketiga yang mendukung
integrasi nasionalisme di Indonesia ialah munculnya Volksraad atau Majelis Rakyat (Kahin, 1996, p.52). Volksraad berperan
dalam memberi saran kepada kaum nasionalisme Indonesia agar mendidik
khalayak ramai yang melek huruf tentang sasaran-sasaran yang lebih
moderat dari pergerakan kebangsaan, dan dapat melihat sejumlah keluhan
kaum nasionalis secara langsung (Kahin, 1996, p.53).
Dari
penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa perjuangan bangsa
Indonesia untuk keluar dan bangkit dari lingkaran penjajahan tidaklah
mudah. Namun, disisi lain faktor positif dari adanya penjajahan adalah
menumbuhkan sikap nasionalisme pada rakyat Indonesia karena pada mulanya
sikap nasionalisme ini muncul dari adanya rasa senasib dan
sepenanggungan sehingga rakyat Indonesia saling membantu dalam mengusir
penjajah, serta adanya 3 faktor krusial tersebut semakin membantu bangsa
Indonesia untuk menemukan jati diri atau identitas nasional bahwa
bangsa Indonesia bukan bangsa yang lemah dan mampu mengusir penjajah
dengan kerja keras rakyatnya.
Sumber Referensi :
- Kahin, George Mc Truman. 1995. “Timbulnya Pergerakan Kebangsaan Indonesia”, dalam Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, pp 49-82.
- Viekke, Bernard H.M. 1961. “Berakhirnya Suatu Koloni, Lahirnya Suatu Bangsa”, dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, Jakarta: Pustaka Kepopuleran Gramedia, pp.380-425.
No comments:
Post a Comment